Sunday 6 May 2012

MUSTALAH HADIS

MUSTALAH HADITH

Mustalah hadith ialah satu ilmu untuk mengetahui istilah-istilah yang digunakan dalam ilmu hadith. Orang yang mula menyusunnya ialah Qadi Abu Mahmud al Ramahramzi dalam tahun 360 Hijrah.
Di antara istilah-istilah yang digunakan itu ialah:

1.      Sanad: iaitu jalan yang menyampaikan kepada hadith.

2.      Isnad: iaitu menyebutkan hadith itu kepada orang yang mengatakannya.
Sanad dan isnad hampir sama ertinya; keduanya adalah penting untuk
menentukan nilaian hadith. 'Abdullah bin Mubarak berkata:
"Isnad adalah dari urusan agama, dan kalaulah tidak kerana isnad,
nescaya berkatalah orang yang mau apa yang ia mau berkata."

3. Musannid: iaitu orang yang meriwayatkan hadith dengan isnadnya.

4       Musnad: iaitu kitab yang dikumpulkan hadith di dalamnya,
yang diriwayatkan dari seorang sahabat atau lebih.

5. Matan: iaitu hadith nabi (s.a.w) yang di akhir sanad.

6. Riwayat: iaitu memindahkan hadith dari seorang kepada seorang yang
lain, dan orang yang memindahkan disebut rawi.

7. Istikhraj dan Ikhraj: iaitu mengambil sesuatu hadith dari sesuatu
kitab, dan mencari sanad yang lain dari sanad penyusun kitab itu, atau
menerangkan bahawa hadith itu dipindahkan oleh penyusun dari kitab yang
lain; umpamanya dikatakan: Akhrajah Al-Bukhari, ertinya: mengeluarkan
hadith itu oleh Imam Bukhari; maksudnya ada disebut di dalam Bukhari dan
ia memindahkannya ke dalam kitabnya.

8.      Muhaddis: iaitu orang yang banyak menghafaz hadith serta mengetahui
sifat-sifat orang yang meriwayatkan tentang 'adil dan kecacatannya.

9.      Hafiz: iaitu orang yang menghafaz sebanyak 100,000 hadith dengan
isnadnya.

10. Hujjah: iaitu orang yang menghafaz sebanyak 300,000 hadith dengan
isnadnya.

11. Hakim: iaitu orang yang meliputi 'ilmunya dengan urusannya hadith

Perbezaan antara hadith dengan hadith Qudsi

Ulama hadith mengatakan bahawa hadith Quds ialah perkataan nabi saw yang  disebut dengan mengatakan Allah bertitah, disandarkan perkataan itukepada Allah dan diriwayatkan daripadanya.
Kesimpulannya Hadith Qudsi ialah titah Allah yang disampaikan kepada nabi saw  di dalam mimpi atau dengan jalan ilham, lalu nabi menerangkan apa yang disampaikan itu kepada umatnya dengan ibarat atau susunan perkataannya sendiri serta menyandarkan kepada Allah.
Hadith Qudsi juga dinamakan juga Hadith Ilahi atau Hadith Rabbani.

Hadith Nabawi

Hadis Nabawi Hadits dalam arti bahasa lawan dari kata qadim . Dan yg dimaksud hadis ialah tiap kata-kata yg diucapkan dan dinukil serta disampaikan oleh manusia baik kata-kata itu diperoleh melalui pendengarannya maupun wahyu; baik dalam keadaan jaga maupun dalam keadaan tidur. Dalam pengertian ini Alquran dinamakan hadis.

Sedangkan hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.
Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi SAW:
Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya.
Sedangkan yang berupa perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana caranya mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan:
Shalatlah seperti kamu melihat aku melakukan shalat.
Juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji, dalam hal ini Nabi saw. Berkata:
Ambilah dari padaku manasik hajimu.
Sedang yang berupa persetujuan ialah seperti beliaumenyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan atau pun perbuatan, baik dilakukan di hadapan beliau atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya. Misalnya mengenai makanan biawak yang dihidangkan kepadanya, di mana beliaudalam sebuah riwayattelah mendiamkannya yang berarti menunjukkan bahwa daging biawak itu tidak haram dimakan.
Hadis nabawi itu ada dua macam, yaitu:


a. Tauqifi
Yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu, lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini, meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya, meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.


b. Taufiqi
Yang bersifat taufiqi yaitu: yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut pemahamannya terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quran atau menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulannyang bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu yang membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti.
Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua bagiannya yang tauqifi dan taufiqi dengan ijtihad yang diakui oleh wahyu itu bersumber dari wahyu. Da inilah makna dari firman Allah tentang Rasul kita Muhammad saw.:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (QS An-Najm:3-4).
Hadis qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAW melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW, inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalah nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya hadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk ditantang, serta membacanya pun diangggap ibadah.


Mengenai hal ini timbul dua pertanyaan menggelitik:
Pertama, bahwa hadis nabawi ini juga wahyu secara maknawi, yang lafaznya dari Rasulullah SAW, tetapi mengapa hadis nabawi tidak kita namakan juga hadits qudsi?
Jawabnya ialah bahwa kita merasa pasti tentang hadis qudsi bahwa ia diturunkan maknanya dari Allah karena adanya nash syara` yang menisbahkannya kepada Allah, yaitu kata-kata Rasulullah SAW: "Allah Ta`ala telah berfirman..., atau Allah Ta`ala berfirman...." Itulah sebabnya kita namakan hadis itu adalah hadis qudsi. Hal ini berbeda dengan hadis-hadis nabawi, kerena hadis nabawi tidak memuat nash tentang hal seperti ini.
Di samping itu bisa jadi isinya diberitahukan (kepada Nabi) melalui wahyu (yakni secara tauqifi), namun mungkin juga disimpulkan melalui ijtihad (yaitu secara taufiqi), dan oleh sebab itu kita namakan masing-masing dengan nabawi sebagai terminal nama yang pasti. Seandainya kita mempunyai bukti untuk membedakan mana wahyu tauqifi, tentulah hadis nabawi itu kita namakan pula hadis qudsi.


Pertanyaan kedua, bila lafal hadis qudsi itu dari Rasulullah SAW, maka dengan alasan apakah hadits itu dinisbahkan kepada Allah melalui kata-kata Nabi?
Jawabnya ialah bahwa hal yang demikian ini biasa terjadi dalam bahasa Arab, yang menisbahkan kalam berdasarkan kandungannya bukan berdasar lafadznya. Misalnya ketika kita mengubah sebait syair menjadi prosa, kita katakan `si penyair berkata demikian`. juga ketika kita menceritakan apa yang kita dengar dari seseorang kita pun mengatakan `si fulan berkata demikian`.


Begitu juga Al-Quran menceritakan tentang Nabi Musa, Fir`aun dan sebagainya isi kata-kata mereka dengan lafal mereka dan dengan gaya bahasa yang bukan pula gaya bahasa mereka, tetapi dinisbatkan kepada mereka.
`Dan ketika Tuhanmu menyeru Musa: `Datangilah kaum yang zalim itu, kaum Fir`aun. Mengapa mereka tidak bertakwa?` Berkata Musa: `Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku. Dan sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.Maka datanglah kamu berdua kepada Fir`aun dan katakanlah olehmu: `Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil beserta kami`.Fir`aun menjawab: `Bukankah kami telah mengasuhmu di antara kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu. dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna. Berkata Musa: `Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah kamu telah memperbudak Bani Israil`.Fir`aun bertanya: `Siapa Tuhan semesta alam itu?` Musa menjawab: `Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya, jika kamu sekalian mempercayai-Nya`. (Asy-Syuara`: 10-24)


WALLAHUAKLAM....

No comments:

Post a Comment